KENEKARAGAMAN
HAYATI
Perhatikan lingkungan sekitar kalian.
Makhluk hidup apa saja yang bisa kalian temukan disana? Apakah kalian hanya
menemukan satu jenis makhluk hidup? Tentu saja tidak, bukan?
Mengapa
keanekaragaman tersebut bisa terjadi?
A.
Tingkat Keanekaragaan Hayati
Dari
semua makhluk hidup yang ada di dunia ini, ternyata tidak ada yang benar-benar
sama dalam segala hal, sekalipun kembar identik. Berdasarkan hasil
penelitian, sidik jari untuk kembar
identik pun berbeda. Hal ini membuktikan bahwa di bumi ini dihuni oleh makhluk
hidup yang beraneka ragam. Penyebab keanekaragaman hayati yang luar biasa ini
disebabkan oleh spesiasi, yaitu proses pemisahan satu spesies menjadi dua
spesies atau lebih.
1.
Keanekaragaman Gen
Keanekaragaman gen adalah
semua gen yang berbeda yang terkandung dalam semua individu tumbuhan, hewan,
jamur, dan mikroorganisme dalam satu speseis. Semua makhluk hidup yang ada di
bumi ini mempunyai kerangka dasar komponen sifat menurun yang sama. Kerangka
dasar tersebut tersusun atas ribuan sampau jutaan faktor menurun yang mengatur
tata cara penurunan sifat organisme. Akan tetapi, meskipun karangka dasar gen
seluruh organisme sama, namun komposisi atau susunan, dan jumlah faktor dalam
kerangka bisa berbeda-beda. Perbedaan inilah yang menyebabkan terjadinya
keanekaragaman gen. Berikut ini merupakan contoh keanekaragaman tingkat gen.
Keanekaragaman jenis
menunjukkan seluruh variasi yang terdapat pada makhluk hidup antar jenis. Keanekaragaman
spesies yang tinggi umumnya ditemukan di tempat yang jauh dari kehidupan
manusia, misalnya di hutan. Beberapa jenis organisme ada yang memiliki ciri-ciri
fisik yang hampir sama misalnya, tumbuhan kelompok palem (Palmae) seperti
kelapa, pinang, aren, dan sawit memiliki daun berbentuk seperti pita. Namun,
tumbuhan-tumbuhan tersebut merupakan spesies yang berbeda. Kenakeragaman
tinhkat spesies ini terjadi melalui spesiasi. Ada dua mekanisme spesiasi, yaitu
spesiasi alopatrik dan spesiasi simpatrik.
Gambar 2. Spesiasi alopatrik bajing antelop di ngarai Grand Canyon yang berlawanan. Bajing antelop harris (Ammospermophilus harrisi) menghuni ngarai selatan (kiri). Hanya beberapa kilometer jauhnya dari ngarai utara (kanan) hiduplah bajing antelop ekor putih (Ammospermophilus leucurus) yang berkerabat dekat dengan bajing harris.
Pada spesiasi simpatrik, spesiasi terjadi dalam populasi yang hidup di area geografis yang sama. Spesiasi simpatrik dapat terjadi, jika aliran gen berkurang akibat faktor-faktor seperti poliploidi, diferensiasi habitat, dan seleksi alam.
|
|||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||
Gambar
3.
Spesiasi simpatrik melalui autopoliploidi pada tumbuhan
3.
Keanekaragaman Ekosistem
Ekosistem terbentuk
karena berbagai kelompok spesies menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
kemudian terjadi hubungan yang saling mempengaruhi antara satu spesies dengan
spesies lain dan juga antara spesies dengan lingkungan abiotik tempat hidupnya,
misalnya suhu, udara, air, tanah, cahaya matahari, dan kelembapan. Jenis
organisme yang menyusun setiap ekosistem berbeda-beda. Ekosistem hutan hujan
tropis, misalnya diiisi pohon-pohon tinggi berkanopi, rotan, anggrek,
paku-pakuan, berbagai jenis burung, berbag jenis mamalia, dan berbagai jenis
serangga.
Gambar 4.
a. Ekosistem Laut b. Ekosistem Hutan Hujan Tropis
B. Persebaran Hewan
(Fauna) di Indonesia
Berdasarkan letak
geografisnya, wilayah Indonesia dilewati oleh dua garis khayal, yaitu Garis
Wallace dan Garis Weber. Kedua garis khayal ini menyebabkan terjadinya
perbedaan persebaran hewan di Indonesia. Untuk lebih memahaminya, perhatikan
gambar berikut.
Kedua garis khayal
tersebut membagi wilayah Indonesia menjadi 3 bagian, yaitu daerah di sebelah
barat garis wallace, daerah di sebelah timur garis wallace, dan diantara keduanya.
Ketiga daerah tersebut memiliki jenis-jenis hewan yang khas.
1. Daerah Sebelah Barat Garis Wallace
Wilayah Indonesia yang
termasuk ke dalam sebelah barat garis wallace meliputi Pulau Sumatra, Jawa, dan
Kalimantan. Daerah sebelah barat garis wallace ini
memiliki curah hujan dan kelembaban yang cukup tinggi. Jenis fauna di kawasan
ini memiliki kesamaan ciri dengan fauna kawasan asia (Asiatis). Ciri-ciri Fauna bagian Barat (Asiatis) diantaranya banyak mamalia berukuran besar, banyak mamalia berjenis primate, ditemukan jenis jenis burung yang warna
bulunya tidak menarik, dan banyak jenis ikan air
tawar.
Gambar
6. Fauna-fauna
di sebelah barat garis wallace
2.
Daerah Sebelah Timur Garis Weber
Wilayah
Indonesia yang ada di sebelah timur Garis Wallace memiliki berbagai jenis fauna
australian, yaitu berbagai jenis burung dengan warna bulu yang mencolok,
seperti kasuari, cendrawasih, dan kakatua.
Gambar
7.
Fauna-fauna di sebelah barat garis wallace
3. Daerah
Peralihan (Wallacea)
Daerah
peralihan adalah daerah diantara dua garis wallace dan weber. Semakin ke timur
dari garis wallace, jumlah fauna asiatis semakin berulang. Sebaliknya, semakin
ke barat dari garis weber, fauna australian semakin berkurang. Daerah peralihan
ditemukan hewan-hewan khas Indonesia, seperti komodo, anoa, dan babirusa.
Gambar 8.
Fauna Peralihan Indonesia
C.
Persebaran Tumbuhan (Flora) di Indonesia
Flora
Indonesia termasuk flora kawasan Malesiana yang meliputi Malesiana yang
meliputi Malaysia, Filipina, Indonesia, dan Papua Nugini. Welzen dan Silk pada
tahun 2009 melakukan penelitian yang menjelaskan distribusi flora Malesiana.
Menurut mereka, flora malesiana terbagi menjadi flora daratan Sunda, Sahul, dan
daerah tengah (wallacea).
Flora
daratan sunda antara lain tumbuhan dari famili Dipterocarpaceae, contohnya
pohin kruing (Dipterocarpus applanatus)
yang kayunya sering digunakan untuk bahan bangunan dan tumbuhan dari famili
nepenthaceae, contohnya kantong semar (Nepenthes
sp). Flora dataran sahul, antara lain sagu (Metroxylon sagu) dan tumbuhan pala (Myristica fragrans), Flora daerah tengah antara lain leda (Eucalyptus deglupta).
D.
Status Kepunahan Flora Fauna di Dunia
Kepunahanflora dan
fauna bukan suatu gejala baru. Beberapa ratus tahun yang lalu, sebagian besar
flora dan fauna telah berkurang karena kegiatan manusia. Namun, manusia bukan
satu-satunya penyebab kepunahan flora dan fauna. Pada era ini, menusia sudah
mengikuti perkembangan industrialisasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehingga banyak aktivitas yang tidak disadari dapat mengancam keanekaragaman
hayati. Jika hal ini didiamkan, maka keanekaragaman hayati akan mengalami
penurunan baik kualitas maupun kuantitasnya.
Beberapa flora dan fauna di dunia
mengalami kondisi yang kritis dan bahkan banyak spesies yang sudah punah. Kategori
Terancam akan Kepunahan dalam IUCN Red
List berada di antara kategori Sangat Terancam akan Kepunahan dan Rentan.
Beberapa kategori IUCN:
·
Punah (Extinct, EX): individu
terakhir dari sebuah spesies sudah mati, atau sudah mati berdasarkan asumsi
yang tidak bisa diragukan lagi, misalnya: Baiji, Beruang Atlas,
Dinosaurus,
Dodo, Elang Haast,
Harimau Bali,
Harimau Jawa,
Harimau
Kaspia, Harimau Tasmania, Merpati
penumpang, Moa,
Parkit
Carolina, Sapi laut Steller, Singa laut
Jepang.
·
Punah di alam liar (Extinct in the wild, EW):
populasi di alam bebas tidak ada lagi, dan hanya bisa ditemui di penangkaran,
misalnya: burung Alagoas Curassow, Badak Putih
Utara, Katak Wyoming, Singa barbary.
·
Kritis (Critical, CR): spesies
menghadapi risiko tinggi kepunahan di waktu dekat, misalnya: Harimau
Siberia, Harimau Sumatra, Badak Jawa,
Badak Sumatra,
Jalak Bali,
Arwana Asia,Rusa Bawean,Macan Tutul
Jawa, Orang Utan Sumatera.[6].
·
Genting (Endangered, EN): spesies
yang menghadapi risiko kepunahan sangat tinggi di waktu mendatang, misalnya: Orang utan Kalimantan, Banteng,
Anoa, Macan Tutul
Salju.
·
Rentan (Vulnerable, VU): spesies
menghadapi risiko tinggi kepunahan pada masa depan, misalnya: Cheetah,
Seladang,
Babirusa.
Adapun satwa Indonesia yang rentan adalah, Kasuari, Merak Hijau, dan Kakak Tua
Maluku[7].
·
Risiko Rendah (Least Concern, LC): ancaman
langsung bagi kelangsungan hidup spesies tidak ada, misalnya: Ayam hutan,
Macan Tutul.
E. Upaya
Pelestarian Keanekaragaman Hayati Indonesia
Usaha-usaha
yang dapat dilakukan untuk pelestarian keanekaragaman hayati dibagi menjadi
dua, yaitu:
1.
Pelestarian Secara In Situ
Pelestarian
secara insitu adalah pelestarian keanekaragaman hayati yang dilakukan di
habitat aslinya, seperti di cagar alam atau taman nasional. Pelestarian ini
dilakukan pada makhluk hidup yang memerlukan habitat khusus atau makhluk hidup
yang dapat menyebabkan bahaya pada makhluk hidup lainnya jika dipindahkan ke
tempat lainnya.
Gambar 9. Taman
Nasional
2.
Pelestarian secara Ex Situ
Pelestarian secara Ex situ adalah
pelestarian makhluk hidup di luar habitat aslinya. Pelestarian secara ex situ
dapat dilakukan melalui cara-cara seperti
pemindahan makhluk hidup di kebun koleksi, kebun raya, atau kebun binatang.
Gambar 10. Kebun
Binatang
E. Manfaat
Keanekaragaman Hayati Indonesia
1. Sumber Pangan
2. Sumber Sandang
3. Sumber Bahan Bangunan & Alat-Alat Rumah Tangga
4. Sumber Pendapatan
5. Sumber Plasma Nutfah
6. Sumber Keilmuan
7. Obat-Obatan